Bukan Calistung yang Anak Usia Dini Butuhkan

By | September 26, 2013
Sejak tahun ajaran baru 2013/2014 ini, saya diamanahi untuk terjun langsung ke kelas 1 dan 2. Buat saya, ini merupakan tantangan yang luar biasa. Jika selama ini saya berhadapan langsung dengan anak kelas 3,4 dan 5 yang secara perkembangan berpikir sudah mampu berpikir yang semi abstrak dan abstrak, kali ini saya harus berjumpa dengan mereka yang melihat orang dewasa secara tidak konsisten dan masih berpikir konkrit.
Toilet Training Procedure
Usia 6 atau 7 tahun merupakan usia yang istimewa tidak hanya sekedar usia bahwa sang anak siap masuk ke sekolah formal (SD). Dalam ilmu neuroscience pada usia ini terjadi rekonstruksi otak anak sehingga anak mulai mengerti tentang sebab akibat dan penyelesaian masalah. Oleh karena itu penanganan dan metode belajar untuk anak usia ini pun harus berbeda jauh jika dibandingkan dengan anak kelas 3 dan 4. Selain itu rekonstruksi sel – sel saraf tersebut tidak berlangsung dalam waktu yang cepat. Perkembangan otak anak pada usia 6 dan 7 tahun tentunya dipengaruhi oleh perkembangan pada tahun – tahun sebelumnya. Jika program pada usia 0-6 tahun berjalan baik, tentu akan memberikan dampak positif bagi perkembangan di tahapan usia berikutnya.
Kejadian kemarin (25/9) di sekolah menyadarkan saya akan hal tersebut. Sebut saja Dhani. Anak ini sebenarnya belum dapat kami terima di sekolah karena tidak sesuai dengan aturan kami dan Mendikbud. Secara usia, Dhani belum selayaknya berada di SD karena kurang beberapa bulan lagi dia genap 6 tahun. Oleh karena itu, Dhani harus mendapat persetujuan atau rekomendasi dari psikolog agar dapat diterima di sekolah kami.
Karena orang tuanya termasuk yang ‘bersemangat’ ingin anaknya bersekolah di tempat kami, jadilah mereka mendatangi Rumah Sakit ternama di Tangerang untuk mendapatkan surat rekomendasi psikolog. Mereka meyakini bahwa anak mereka sudah siap bersekolah di sekolah kami. Dan benar saja, surat psikolog yang saya terima memberikan persetujuan Dhani belajar karena sudah mampu menulis, berhitung, dan membaca (Entahlah, ilmu perkembangan apa yang dipakai oleh psikolog tersebut). Hal ini diperkuat lagi dari ijazah TK yang dimiliki. Selanjutnya Dhani resmi kami terima sebagai murid.
Saya bilang guru kelas 1 itu memang orang – orang super (Guru lainnya juga kok). Dhani yang belum saya terima laporannya tentang ‘Toilet Training’ dari wali kelasnya kemarin membuat masalah. Dia yang tadinya izin buang air kecil ke kamar mandi malah buang air besar. Dan parahnya, kotorannya menempel di pakaiannya. Ohh God! (saya berseru dalam hati). Setelah memastikan dia membersihkan pakaiannya di kamar mandi, saya bergegas datang ke wali kelasnya dan melapor apa yang terjadi. Dari wali kelasnya saya jadi tahu kalau Dhani memang bermasalah dengan ‘Toilet Training“. Pernah saat kegiatan berenang, Dhani kesulitan memakai baju sendiri. Pernah juga ketika jam berenang di hari lainnya celana yang Dhani kenakan bau ompol karena pipisnya mengenai celana dan cukup basah.
Dari sini saya mengambil pelajaran bahwa, yang anak usia dini butuhkan adalah kemampuannya mengurus diri (tentu sesuai dengan tahapan usianya), salah satunya Toilet Training. Seharusnya kejadian seperti yang dialami Dhani tidak terjadi pada anak seusianya jika pada usia playgroup dan TK program toilet training berjalan dan diprogramkan dengan baik. Sayangnya di negeri kita, kemampuan baca, tulis, berhitung menjadi ‘dewa’ sehingga anak sedini mungkin dijejali dengan kegiatan tersebut. Mirisnya lagi orang tua seakan bangga melihat anaknya yang baru berumur 5 tahun (misalnya) sudah mampu membaca buku, menghitung bahkan bersusun kebawah, atau menulis. Sementara itu, orang tua kurang peduli terhadap kemampuan anak yang bisa makan sendiri tanpa disuapi, mandi dan membersihkan tubuh sendiri, atau berpakaian secara mandiri.
Kebanyakan orang tua lebih senang memudahkan anaknya sehingga anaknya menjadi lambat untuk mandiri. Padahal, anak yang kurang mandiri justru akan menjadi beban dan masalah bagi orang tuanya di kemudian hari. Mari kita refresh ulang paradigma pendidikan kita. Bukan calistung yang anak usia dini butuhkan.

11 thoughts on “Bukan Calistung yang Anak Usia Dini Butuhkan

    1. Said Rahman

      Betul sekali. Dan itu salah….
      Padahal seharusnya program "makan sendiri" sudah mulai diusia balita sekitar 2 tahun.
      Bisa dibantu dengan kursi makan anak dan celemek. Tapi yg pasti, orang tua jangan bosen membereskan bekas makan anaknya

      Reply
  1. indobrad

    tapi kadang sistem seleksi masuk yg ketat juga memaksa para orang tua mementingkan calistung daripada kemampuan mendasar lainnya sih. serba sulit ๐Ÿ™

    Reply
  2. Zippy

    Untuk urusan toilet training, keponakan2 saya udah dididik sejak kecil.
    Tapi ya itu, didikannya emang di rumah karena disekolahan tidak diajarkan.
    Hal2 simpel seperti itu harusnya diperhatikan ya

    Reply
  3. Zizy Damanik

    Ini sama kayak teman saya dulu waktu SD di Biak. Waktu kelas 1 juga, kejadiannya sama, dia berce hehee…
    Memang urusan toilet training ini wajib banget. Vay skrg sudah bisa, namun memang urusan membersihkan sendiri itu masih pe-er, karena dengan ukuran wc yg besar, agak susah bila dia tidak dibantu. Itu sebabnya kalau di toilet selalu ada mbak yg membantu anak2 yg ingin BAB.

    Reply
  4. Pingback: Sukses Berlatih Toilet Training | Bangsaid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *