Reward & Punishment, Bagaimana Memotivasi Anak?

By | October 10, 2013
Jika ada punishment dan reward biasanya banyak yang lebih terfokus pada punishment. Termasuk para orang tua terhadap anak – anaknya atau guru terhadap para muridnya. Misalnya untuk mengajak anak melakukan sesuatu, orang tua atau guru lebih senang ‘mengimingi’ dengan punishment. Atau kalau pun ada reward pasti diikuti juga dengan punishment.
Padahal seperti kata Vigotsky, cara – cara pemaksaan dalam pendidikan (belajar) anak khususnya anak usia dini (dalam hal ini anak 0-10 tahun) tidak akan memberikan efek yang baik bagi anak. Sebagai contoh, ketika ingin meminta anak belajar. Banyak orang tua yang ‘curhat’ kepada saya susah sekali meminta anak belajar dan membaca buku. Padahal sudah diimingi dengan sesuatu yang disukai anak. Sayangnya juga diikuti dengan punishment yang akan diterima anak jika melanggarnya.
Cerita lainnya ketika ingin anak bisa makan sayur. Ada orang tua dan guru yang memotivasi anak dengan reward dan punishment seperti : “Ayo nak, kalo hari ini sayurnya dihabiskan, mama ajak jalan – jalan ke Mall”. Atau kalimat lain seperti “Ayo, habiskan sayurnya! Kalau tidak, kamu tidak bisa ikut pelajaran berikutnya”.
Sebenarnya baik punishment maupun reward seperti contoh di atas termasuk cara pemaksaan dalam belajar. Jadi kalaupun pada saat itu anak melakukan apa yang diperintahkan, namun sebenarnya anak tidak belajar. Selanjutnya anak cenderung berkembang menjadi pribadi yang kurang inisiatifnya. Dia hanya melakukan apa yang diperintahkan ketika diamati atau dilihat. Akhirnya ketika dewasa terlihatlah efeknya saat anak berada di tempat kerja, dia akan sulit berprestasi karena hanya melakukan apa yang disuruh, atau apa yang menjadi kewajibannya saja.
Jadi, bagaimana sebaiknya memotivasi anak melakukan sesuatu?
Cara terbaik agar anak melakukan sesuatu atas keinginannya adalah dengan memberikan ilmu pengetahuan dan berbagai alasan mengapa sesuatu harus dilakukan. Untuk anak usia dini, kita bisa mulai dengan manfaatnya. Sebagai contoh, salah satu murid privat saya ‘divonis’ orang tuanya sebagai anak yang tidak doyan sayur. Oleh karena itu, bibi yang tukang masak sudah pasti hanya menyediakan daging dan ayam sebagai teman nasi yang dimakannya.
Memotivasi anak
Suatu hari saya bercerita tentang mengapa sayuran hijau itu dibutuhkan tubuh. Kebetulan juga materi pelajaran Science yang sedang dipelajarinya membahas nervous system. Ceritalah saya tentang sambungan antar sel saraf yang tidak langsung bertemu satu sama lain. Namun ada semacam gerbang pertemuan yang terkadang gerbang tersebut dipenuhi kotoran (baca: radikal bebas) sehingga mengganggu proses transmisi atau penyampaian pesan dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya. Nah, hanya Kale Pain yang ada di sayuran hijaulah yang dapat membersihkan radikal – radikal bebas tersebut.
Beberapa hari kemudian ketika belajar bersama, sang bibi menyiapkan menu makanan untuknya. Saya lihat, hanya nasi sepotong besar daging rendang dan tempe bacem. Wow, semuanya protein 😀 langsung saja mulut saya keceplosan,
“Mana sayuran hijaunya ?” tanya saya.
“Oh iya,” dia tersenyum langsung memanggil bibinya. “Ni, kan tadi aku pesen kangkung?”.
Sang bibi pun kaget sambil melirik pada saya kemudian berbisik.
“Yakin, kak Said?’ tanyanya seolah kurang percaya.
Saya mengangguk pelan. Dan sang bibi sangat surprise sekali ketika anak yang selama ini susah makan sayur akhirnya mau dan minta makan sayur. Memang sebenarnya ada tumis kangkung di meja makan. Hanya saja karena sang bibi tahu kebiasaannya, makanya tumis kangkungnya tidak ditaruh di piring anak tersebut.
Sambil makan, kami berdiskusi tentang pelajaran lainnya. Dan saya pun sangat terkejut bercampur bahagia. Dia menghabiskan semua sayuran yang diberikan bibi.
“Wah… selamat ya Danin. Hari ini menghabiskan semangkuk tumis kangkung. Alhamdulillah,” saya menjabat tangannya sebagai bentuk apresiasi.
Nah, yang terakhir ini juga penting dilakukan. Apresiasi terhadap keberhasilan anak tak perlu berupa reward yang bersifat materi. Ucapan selamat dengan menjabat tangan atau mencium anak, akan memberikan efek psikologis yang luar biasa baginya. Terkadang orang tua atau guru melupakan hal ini. Meskipun kecil, penghargaan yang bersifat emosional atas keberhasilan yang anak capai harus dilakukan.
Semoga anak – anak kita nanti menjadi pribadi yang penuh inisiatif dan mampu menghasilkan hal – hal baru yang bermanfaat bagi dirinya atau bahkan bagi negara ini.

6 thoughts on “Reward & Punishment, Bagaimana Memotivasi Anak?

  1. Muflich Kamil

    Amin… Saya setuju dengan reward yang diberikan pada anak. Terkadang ancaman diberi hukuman itu malah menghancurkan karakter pribadi si anak. Malah menjadi sebuah hal yang salah besar jika sering dilakukan

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *