Jam Gadang, Ikon Kota Bukittinggi

By | September 28, 2015

Siapa yang tidak tahu Big Ben, menara jam raksasa di London? Saya sudah kenal Big Ben sejak kecil. Dari mainan monopoli internasional yang sering dimainkan :-D. Nah, saking lekatnya dengan London waktu itu, ketika orang-orang bicara tentang ibu kota Inggris tersebut, di benak saya langsung terbayang Big Ben. Dan saya pernah bermimpi suatu saat saya akan berada di sana, menyaksikan Big Ben dari dekat.

Jam Gadang kini

Menariknya Big Ben punya “kembaran” di negeri tercinta, Indonesia ini yang pasti teman-teman juga sudah tahu, Jam Gadang. Konon, mekanik mesin yang menggerakkan Big Ben maupun Jam Gadang, adalah sama. Dan hanya dua di dunia ini, yakni yang dipakai oleh kedua jam tersebut. Jam yang terletak di kota Bukittinggi Sumatera Barat ini, merupakan landmark kota tersebut. Sama seperti Big Ben yang juga menjadi ikon kota London. Sehingga, tak salah kiranya Bukittinggi yang pernah menjadi pusat Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dijuluki Londen Van Andalas.

Meskipun belum kesampaian untuk melihat Big Ben dari dekat, Alhamdulillah… saya sudah dua kali mengunjungi Jam Gadang di tahun 2014 kemarin.

Jam Gadang, Jam Besar

Gadang dalam bahasa minang, artinya memang Besar. Jadi Jam Gadang bermakna Jam Besar. Bagian denah dasar memiliki luas sebesar 13 x 4 meter dan tinggi kurang lebih 26 meter, tidak sampai separuh tinggi Big Ben. Seperti kebanyakan menara, bagian dalam Jam Gadang terdiri dari beberapa tingkat dimana tingkat teratas adalah tempat penyimpanan bandul jam.

Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926, pada masa penjajahan kolonial Belanda. Jam ini dibangun sebagai hadiah kepada Sekretaris Fort de Kock (Nama kota Bukittinggi saat itu), Rook Maker dari Ratu Belanda. Pembangunan dan perancangan menara jam dilakukan oleh arsitek Yazid Rajo Mangkuto dan Sutan Gigi Ameh dengan biaya 3.000 Gulden, jumlah yang fantastis pada masa tersebut. Sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh seorang anak kecil berusia 6 tahun, Putera dari Rook Maker.

Seperti Big Ben, Jam Gadang terdiri dari empat sisi. Keempat jam dengan diameter mencapai 80 cm ini didatangkan langsung dari Rotterdam Belanda melalui Pelabuhan Teluk Bayur, Pelabuhan terkenal di Sumatera Barat. Mesin jam dibuat oleh perusahaan jam di Jerman, Vortmann Relinghausen.

Jam Gadang pada masa Belanda (sumber : wikimedia)

Jam Gadang pada masa Belanda (sumber : wikimedia)

Atap atau puncak Jam Gadang sudah tiga kali mengalami perubahan, melambangkan perjalanan sejarah bangsa kita. Awal ketika dibangun, atap Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam menghadap ke timur. Ketika Jepang menduduki Indonesia, atap Jam Gadang diubah menjadi bentuk Pagoda. Sedangkan setelah Indonesia merdeka, atap Jam Gadang diubah menjadi bentuk Bagonjong, khas Minangkabau.

Jam Gadang pada masa Jepang (sumber : urangminangpunyo.blogspot.com)

Apa yang unik dari Jam Gadang?

Yang paling menarik dari Jam Gadang adalah penampakan angka empat romawi yang ditulis dengan “IIII” bukan dengan lambang IV seperti yang kita pelajari di sekolah. Keganjilan ini masih menyimpan misteri hingga saat ini. Ada sebagian teori yang menyebutkan bahwa penulisan angka empat romawi tersebut terkait dengan estetika. Ketika King Louis XIV meminta dibuatkan jam, beliau merasakan ada ketimpangan antara IV dan VIII yang berdampingan. Sehingga beliau berinisiatif menggantinya menjadi IIII agar seimbang dengan VIII.

Teori lainnya menyebutkan memang ada perkembangan dari penulisan simbol angka Romawi. Awalnya penulisan angka 4 dilambangkan dengan empat huruf I. Seiring berjalannya waktu, terjadi kesepakatan penulisan angka 4 menjadi IV, seperti yang kita kenal saat ini.

Ada lagi teori tentang tingkat ekonomis saat pandai besi harus membuat besi dengan kelipatan empat. Jika ditulis IV untuk “4”, maka akan ada satu 3 batang huruf V yang terbuang. Sementara itu, jika “4” ditulis IIII, maka huruf V hanya dibuat empat batang dan huruf I sebanyak 20 batang. Ini cukup menghemat proses pembuatan.

Namun dari sekian banyak teori tersebut, belum diketahui mana penyebab perbedaan penulisan angka empat Romawi yang sesungguhnya.

Hal unik lainnya, Jam Gadang dibangun tanpa penyangga besi dan adukan semen melainkan menggunakan campuran kapur, putih telur, dan pasir putih. Meskipun demikian, proses renovasi terus dilakukan hingga saat ini.

Objek Wisata yang Wajib Dikunjungi

Kalau jalan-jalan ke Sumatera Barat, rasanya rugi jika tak sampai kesini. Sebagai pusat kota, Jam Gadang yang juga merupakan titik nol kilometer di Kota Bukittinggi, selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan. Letaknya yang berdekatan dengan pasar membuat Jam Gadang selalu ramai. Apalagi semenjak adanya perluasan tamannya.

Di sekitar taman, kita akan menjumpai banyak penjual oleh-oleh atau cinderamata dan makanan khas padang semacam nasi kapau, kerupuk jangek (kulit kerbau), sate padang, dan sebagainya. Kita juga dapat berteduh di bawah pepohonan di taman sambil menikmati aneka hiburan dari pengamen musik maupun berbagai atraksi. Jikalau ingin berkeliling, ada jasa Bendi yang dapat kita manfaatkan.

Jangan lupa membawa kamera untuk mengabadikan kunjungan kita ke tempat ini. Namun tak usah khawatir jika lupa, seperti di tempat wisata lainnya ada banyak jasa tukang foto yang bisa kita minta bantuannya untuk mengambilkan kita gambar.

6 thoughts on “Jam Gadang, Ikon Kota Bukittinggi

  1. diah siregar

    keduanya belum pernah saya kunjungi, padahal Sumbar termasuk provinsi tetangga Sumut -_- tapi belum berjodoh untuk ngebolang kesana. semoga suatu saat bisa mengunjungi keduanya, amin!

    Reply
  2. ulu

    di bandung juga ada menara jam yang angka IV tercantum IIII. ngomong-ngomong jam gadang sekarang dikepung bangunan gitu yah, lihat foto lawasnya mah dia satu-satunya bangunan penanda di Bukit Tinggi. Tertinggi gitu.

    Reply
    1. bangsaid Post author

      hehehe… foto2 saya disini blom sempat dibackup malah keburu ilang

      Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *