Imlek di Kampung Halaman

By | February 1, 2011

Hari ini awal bulan Februari… Bulan Basah menurut orang – orang tua di kampung saya. Kenapa basah? karena biasanya bulan ini akan terus turun hujan.

“Maklum, Kongian,” kata Ibuku.

Nah, Imlek atau jika di daerah saya lebih dikenal dengan Kongian selalu ditandai dengan turunnya hujan yang hampir setiap hari menjelang Cap Go Meh (Hari ke lima belas). Hal ini dimengerti oleh hampir semua masyarakat Bangka yang memang hampir 40% merupakan etnis Tionghoa. Bahkan kami yang melayu pun berkesimpulan seperti ini, bahwa menjelang Imlek tanah akan selalu basah.

Happy Chinese New Year (sbr : gocengblog)

Happy Chinese New Year (sbr : gocengblog)

Sudah 6 tahun saya tinggal di tanah seberang. Perayaan Kongian di kampung saya memang jadi kenangan tersendiri. Biasanya sebulan menjelang Imlek, teman – teman saya yang Khek maupun Hokkian sudah sibuk membersihkan rumah mereka Mulai halaman hingga dapur. Bagi mereka, membersihkan rumah menjelang Kongian adalah sesuatu yang wajib dilakukan.

“Rumah itu ibaratnya Jiwa. Harus bersih agar bisa menerima keberuntungan di tahun berikutnya,” jelas salah satu teman Tionghoa ku.

Tapi sehari menjelang Kongian dan 3 hari sesudahnya, mengeluarkan kotoran dari dalam rumah menjadi pantangan karena berarti membuang rezeki.

Begitulah, seperti orang – orang melayu menyambut Idul Fitri dan Idul Adha, orang Tionghoa membersihkan rumah hingga sehari menjelang perayaan Kongian. Pun begitu dengan membuat Kue. Tradisi perayaan hari raya (Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan Tahun Baru, Imlek) di daerah kami ditandai dengan hidangan makanan yang khas termasuk kue – kue, baik kue kering maupun kue basah.

Kue Keranjang : Kuliner Khas Imlek (sbr: phiapu.blogspot.com)

Kue Keranjang : Kuliner Khas Imlek (sbr: phiapu.blogspot.com)

Untuk Kongian sendiri, Kue keranjang adalah kue wajib yang harus disediakan ketika menjamu tamu yang berdatangan mengucapkan selamat hari raya. Dan pastinya Kue Keranjang atau bahasa Ibu saya Dodol Cina, selalu dibuat berbentuk Bundar. Katanya Bundar itu berarti kesempurnaan. Kue keranjang juga biasanya untuk menambah berkah dibagi – bagikan kepada tetangga sekitar rumah, termasuk orang Melayu seperti keluarga kami.

Kongian juga ditandai dengan pemasangan Lampion. Hampir setiap rumah orang Tionghoa di kampung kami memasang simbol pelita kehidupan ini di saat Kongian. Biasanya Lampion terbesar ada di Kelenteng (Tao Pe Kong).

Selain membagi – bagikan Kue Keranjang dan Ang Pao (Untuk anak – anak), keluarga Tionghoa juga memberikan buah tangan Jeruk Ponkam untuk tamu yang mengunjungi mereka di hari raya. Menurut teman – teman saya yang Tionghoa, Jeruk itu merupakan lambang keberuntungan dan kemakmuran. Jadi wajar jika menjelang Kongian, Kuantitas penjualan Jeruk meningkat dimana – mana. 🙂

Sewaktu saya kecil, belum diberlakukan libur untuk Hari Raya Kongian ini. Pemberlakuan libur baru dilakukan ketika Mbah Gus Dur menjabat sebagai presiden. Saya ingat, saat bangun pagi saya dikejutkan dengan bunyi petasan dimana – mana yang ternyata menandakan bahwa esoknya teman – teman saya yang Tionghoa akan merayakan hari raya. Malam harinya pasti langit Pulau Bangka dihiasi oleh kembang api berwarna – warni.

Biasanya pula, seperti teman – teman saya yang Tionghoa mengunjungi kami ketika lebaran, kami menyempatkan untuk mampir ke rumah mereka di saat Kongian setelah pulang sekolah. Apalagi dulu, selain cokelat dan jeruk, AngPao yang kami terima akan jadi uang jajan tambahan di hari itu, hehehe.

Menjadi Perantauan, teman – teman saya yang Tionghoa pasti melakukan tradisi Mudik disaat Kongian. Memang, tradisi mudik di kala Kongian ini hanya dilakukan oleh perantauan yang keluarganya masih hidup. Untuk teman – teman yang keluarganya sudah meninggal biasanya mudik di saat Sembahyang Kubur (Cheng Beng).

Lampion & Imlek

Lampion & Imlek : Suasana di Salah Satu Klenteng di Pangkalpinang (sbr: jurnaltoddoppuli.wordpress.com)

Kemeriahan Kongian jadi kemeriahaan bersama. Karena ada juga teman – teman yang yang Tionghoa namun beragama Islam tetap merayakannya karena menurut mereka tradisi leluhur ini merupakan perayaan Tahun Baru, bukan terkait dengan hari raya Umat Kong Hu Cu. Entahlah… saya kurang memahami sejarah Imlek. Yang pasti, saya berharap Kongian ataupun Imlek dapat menjadi Wisata Budaya yang bisa meningkatkan pengembangan pariwisata daerah saya.

2 thoughts on “Imlek di Kampung Halaman

  1. Wahyu

    jadi hari ni pulang ke bangka dak bang said?? siape tau agik nek minta kue keranjang n angpau a,xexexe…

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *