Disiplin dengan Penuh Kasih Sayang, Bisakah?

By | November 24, 2015

Ketika kita mendengarkan kata Disiplin, yang terbayang di benak kita adalah ketegasan atau bahkan mungkin kekerasan. Kata Disiplin juga terkadang diasosiasikan dengan hukuman. Padahal jika ditelaah dari makna katanya, disiplin berasal dari kata disciplina, bahasa latin yang justru berarti “mengajar, belajar”. Oleh karena itu, dalam disiplin harus ada pembelajaran.

Displin juga seharusnya bertujuan untuk membuat anak berubah dari yang tadinya berlaku tidak baik menjadi baik. Jikalau persepsi kita sebagai guru dan orang tua masih beranggapan disiplin adalah cara menghukum anak atau membayar atas kesalahan mereka, hal ini tidak akan membuat anak-anak kita mampu membuat pilihan terbaik di lain kesempatan.

Discipline with Love

Selain bertujuan agar anak mampu belajar, penerapan disiplin untuk anak usia dini (hingga Akil Baligh) harus dilakukan dengan penuh kasih sayang. Allah SWT saja memaafkan kesalahan anak-anak, dan tidak menimpakan dosa pada mereka. Lantas, kita makhluk dhaif yang juga banyak kesalahan ini, haruskah menghukum anak-anak kita yang salah?

Agar displin menjadi belajar bagi anak, tugas kita sebagai guru dan orang tua adalah memberi tahu yang benar. Hal ini (memberi tahu yang benar) jika dilakukan sesering mungkin akan memberikan efek positif pada anak dan jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan hukuman.

Saya punya cerita tentang mendisplinkan anak. Sebut saja namanya Sakti, salah satu siswa saya di kelas 3 SD. Aturan di sekolah (sebagai aturan Islam) seluruh warga sekolah makan dan minum dengan duduk dan menggunakan tangan kanan. Suatu ketika saya melihat Sakti mengambil botol minum dari tasnya dalam posisi berdiri. Tanpa duduk terlebih dahulu, Sakti langsung minum sambil berdiri dan tidak menggunakan tangan kanan. Saya datangi dia sambil berkata, “Orang Islam, punya aturan. Termasuk saat makan dan minum.”

Sakti tersenyum seolah memahami apa yang saya sampaikan. Hingga kesempatan berikutnya saya mendapatinya mengulangi kesalahan sebelumnya. Saya datangi dan bertanya, “Bagaimana aturan makan dan minum orang Islam, Sakti?”. Saya biarkan dia berpikir sejenak. Sakti pun menjawab,”Iya pak. Maaf. Harusnya makan dan minum sambil duduk.” Oh.. ternyata sebenarnya dia paham, hanya kita sebagai orang dewasa yang terus perlu mengarahkannya.

Beginilah Disiplin, ada proses belajar di dalamnya

Beginilah Disiplin, ada proses belajar di dalamnya

Belum sampai setengah jam dari kejadian kedua, saya mendapati Sakti minum dengan tangan kiri namun sudah duduk. Saya datangi lagi. Saya sampaikan secara langsung,”Kita makan dan minum dengan tangan kanan. Pak Said sudah ingatkan Sakti 3 kali.” Sakti tersenyum sambil meminta maaf dan terkekeh pelan, “heheh.. maaf pak. Lupa.”

Tak lama kemudian ketika transisi dari kegiatan pagi ke kegiatan sentra mata saya tetap mengawasi Sakti dari kejauhan sambil memastikan dia sudah konsisten dengan aturan. Tapi namanya juga anak-anak ya. Lagi-lagi saya melihat Sakti minum dengan tangan kiri. Yang ini lebih parah karena sambil berdiri.

Cepat-cepat saya datangi. Saya ambil botol minumnya dan berkata dengan nada dan wajah serius padanya, “Maaf Sakti. Pak Said ambil botolnya. Sakti perlu belajar minum sesuai aturannya. Untuk sementara botol minum Sakti pak Said taruh di kantor. Kalau Sakti ingin minum, Sakti bisa datang kantor, duduk di kursi dan minum dengan tangan kanan.”

Sebenarnya Sakti sempat berontak. Tapi saya pun harus konsisten. Botol tetap saya ambil, dan Sakti pun menyerah. Jadilah dia seharian itu minum di kantor. Setiap ingin minum dia harus datang ke kantor dan minum dengan duduk serta menggunakan tangan kanan. Perlakuan ini terus dilakukan sampai Sakti terbiasa dengan hal-hal yang benar.

Proses disiplin seperti yang saya terapkan pada Sakti memang butuh kesabaran. Namun terjadi proses belajar. Sejak pijakan awal, saya selalu berikan informasi yang positif pada Sakti sampai akhirnya harus mengintervensi secara fisik karena 3 tahapan sebelumnya belum “mempan” untuk Sakti. Tahapan-tahapan mendisplinkan tersebut juga harus dilalui. Terlalu sering mengintervensi secara fisik justru akan membuat anak tidak memiliki arahan diri yang jelas. Sebaiknya sediakan ruang yang banyak agar anak bisa belajar dari kesalahannya.

Semoga bermanfaat untuk sobat guru dan para orang tua. Di tulisan berikutnya, insya Allah akan dilanjutkan dengan kunci sukses dalam mendisplinkan anak.

8 thoughts on “Disiplin dengan Penuh Kasih Sayang, Bisakah?

    1. bangsaid Post author

      ekstra sabar. Disiplin kan proses belajar. Dan kita ingin anak tahu apa yang harus anak lakukan karena kita tidak selamanya bersama mereka

      Reply
  1. Ila Rizky

    ternyata perlu untuk tidak mengintervensi ya, mas. padahal biasanya kalau nangani anak2 gitu hehe. harus belajar lagi ini. tfs

    Reply
    1. bangsaid Post author

      Sama-sama. Terlalu banyak menginterfensi membuat anak menjadi rapuh. Tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Sedangkan seharusnya anak melakukan sesuatu karena dia ingin melakukannya

      Reply
  2. Edi Padmono

    Saya bukan seorang guru sih jadi kurang mengerti cara mendidik anak yang banyak dan beragam. Hanya saja kalau dirumah saya mendisiplinkan anak dengan memberi contoh seperti sholat 5 waktu selalu ke masjidke masjid dan menghapal surat setelah mahrib. Begitupun untuk pekerjaan rumah, mencuci piring setelah makan, membuang sampah pada tempatnya dan sebagainya

    Reply
    1. bangsaid Post author

      Wah… itu bicara aturan di rumah pak. Setiap orang tua dan anak harus punya aturan dirumah. Dan aturan harus dilaksanakan dengan hati lapang, konsisten, dan penuh keteladanan dari orang tua.

      Reply
  3. Brad

    Dikasih tau sekali, gapapa. Dua kali diingatkan, gapapa. Ketiga kali, baru jalankan didikan lewat hukuman ya. 🙂

    Reply
    1. bangsaid Post author

      Tepatnya bukan hukuman Om. Konsekuensi, itu pun harus secara natural dan logis. Kalau anak tidak mengerjakan PR trus dihukum lari dilapangan, selain tidak natural juga ngga logis. Anak ngga sholat didenda atau ngga boleh main di luar juga begitu, ngga ada hubungan antara sholat dan main di luar

      Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *