Syukur, Optimisme, dan Berpikir Tingkat Tinggi

By | January 18, 2018

Sabtu kemarin kami mengadakan wawancara untuk seluruh calon walimurid yang sudah mendaftarkan putra putrinya ke sekolah kami, baik jenjang TK,SD, maupun SMP. Baik kampus kota maupun Kabupaten Tangerang.

Saya tidak bertugas sebagai Interviewer. Saya diamanahi oleh yayasan untuk menyampaikan visi, program, dan kurikulum sekolah dari Baby hingga SMP. Sehingga setelah pemaparan, saya berkesempatan untuk ngobrol ringan dengan para orang tua yang mayoritas adalah walimurid jenjang sebelumnya sambil mereka menunggu giliran wawancara. Misal, dari 13 calon walimurid SMP 11 di antaranya adalah walimurid kelas 6 SD. Begitu juga dengan calon walimurid SD, yang sebagian besar adalah walimurid TK.

Saat-saat itulah saya bisa mendengar suara-suara para bapak dan ibu tentang bagaimana testimoni mereka terhadap perkembangan anaknya. Terlebih, calon siswa yang akan masuk ke SMP kali ini adalah para siswa yang sejak kelas 1 murni menggunakan kurikulum individual dengan pendekatan BCCT (baca : Sentra) yang diadopsi dari Florida, Amerika Serikat.

Sebut saja namanya Deka. Kemarin Sabtu, mamanya bercerita banyak tentang Deka. Saya tahu persis bagaimana Deka dulu dari kelas 1 SD. Hingga dia kelas 5, dia tergolong anak yang sangat aktif. Tapi seiring bertambahnya usia, perkembangan Deka sangat disyukuri oleh orang tuanya. Salah satunya adalah bagaimana Deka punya essential life skill yang sangat baik, kecerdasan musikal yang tinggi, dan juga pemikir yang kritis.

Syukur dan Berpikir Tingkat Tinggi

High Order Thinking Skills

Dia tidak segan-segan memberikan banyak masukan untuk kakak kelasnya di kelas 7 & 8 yang sedang berjualan.

“Coba mas, sekarang kan jualannya cuman satu macam nih. Es saja. Kalau ada jenis lain pasti yang mau beli banyak pilihan,” sarannya.

Atau kesempatan lain ketika melihat kakak kelasnya berdagang secara berkelompok.

“Kalau menyebar, jualannya bisa lebih cepat habis” katanya.

Apa yang Deka lakukan adalah menghubungkan kegiatan dengan upaya meningkatkan kualitas kegiatan tersebut. Ini adalah salah satu perkembangan anak di usia konkrit operasional (7-11 tahun). Kemampuan membuat hubungan (making connection) adalah keterampilan dasar hidup yang sangat berguna untuk masa depan anak (Ellen Galinsky dalam Mind in The Making).

Di lain waktu, ketika saat sang mama berbicara dengannya,

“De, seandainya kamu masuk SMP Al-Amanah dan harus berjualan, posisi mama kan kerja. Bapak juga kerja. Siapa ya yang beli dagangan kamu ya? Mama kan g bisa beli,” kata sang mama sambil berharap jawaban kalau dagangannya disisakan saja di rumah nanti mama tinggalkan uang.

Tapi, jawaban Deka membuat sang mama terharu.

“Tenang aja. Mama ga usah khawatir. Mama doakan dagangan dede laris dan habis ya ma.”

Maasyaa Allah, tabarakallahu. Deka tidak hanya bersyukur namun juga memiliki optimisme. Deka sadar akan kebutuhannya dan berani mengambil tantangan tersebut dengan memutuskan tetap melanjutkan sekolah ke SMP Al-Amanah.

Hasil dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skills) seperti inilah yang dibangun dengan kurikulum domain individual, berbasis sentra. Al-Amanah memilih metode ini membangun anak untuk menggunakan semua domain berpikirnya ketika bekerja dan belajar. Hasilnya? Alhamdulillah, rasanya memilih pendekatan pembelajaran individual yang melawan arus (bayangkan belajar tanpa buku paket, apalagi LKS, jumlah murid yang terbatas sementara sekolah lain berlomba-lomba mencari murid sebanyak-banyaknya) ini tidak sia-sia. Hasilnya sungguh membuat rasa syukur selalu tercurah pada Allah.

Guru di Al-Amanah bekerja mengabdikan dirinya untuk terlibat membangun anak dengan menjaga mutu Pendidikan. Kurikulum dirancang langsung oleh guru. Berhari-hari sementara guru lainnya masih bersenang-senang liburan, guru di Al-Amanah selalu masuk lebih awal demi menyiapkan bekal materi dan kegiatan belajar yang tepat, yang sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Semoga Allah menjadikan amal jariyah para guru sebagai pengantar ke Syurga.

Kesempatan berikutnya, saya akan cerita lagi tentang kekritisan anak dalam berpikir.

Rajeg, 14 Januari 2018
@bangsaid

3 thoughts on “Syukur, Optimisme, dan Berpikir Tingkat Tinggi

  1. Arni

    Wah Deka berbakat jadi enterpreneur nih
    Ide bisnisnya boleh juga tuh
    Semoga sukses ya Deka

    Buat guru2nya juga
    Semoga ilmunya terus mengalir dan jadi berkah untuk semua

    Reply
  2. April Hamsa

    Pernah nulis tetang optimisme juga. Sikap ini emang bagus buat kita supaya enggak lekas menyerah dan berhenti berusaha gtu aja 😀
    TFS

    Reply
  3. vinyl lantai

    Sifat optimisme ini memang suatu yang sangat di butuhhkan tetapi janganlah juga berlebihan, dan harus di sertai dengan rasa syukur dalam segala hal.

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *