Bahwa Hidup Tidak Selalu Mulus Seperti yang Kita Inginkan

By | January 29, 2019

Saat saya mendatangi sebuah sekolah, saya agak kaget ketika beberapa walimuridnya menginginkan salah seorang anak dikeluarkan. Alasan mereka karena anak tersebut yang mereka anggap biang masalah mengganggu anak-anak mereka.

Wah…wah… Sampai segitunya, pikir saya waktu itu.

Selidik punya selidik, ternyata anak tersebut memang usia biologisnya masih berada di bawah usia kronologis. FYI, usia kronologis adalah usia yang dihitung dari lahir sampai hidup hari ini. Sedangkan usia biologi adalah usia perkembangan otaknya yang dapat diamati dari tampilan perilaku anak sehari-hari.

Dari pengamatan saya, Justin, sebut saja begitu nama anaknya, ternyata masih banyak tampil sebagai anak-anak usia pra sekolah. Dia masih suka tantrum, meskipun di usianya yang hampir 10 Tahun itu sudah mulai berkurang. Dia belum mampu fokus pada satu pekerjaan untuk waktu yang lama. Dan kadang-kadang dia masih gunakan fisik dalam resolusi konfliknya (mengatasi masalah) baik dengan guru maupun teman-temannya.

Sekolah tentu saja berusaha membangun Justin agar berkembang sesuai usianya. Orang tua Justin pun dilibatkan. Namun, mengubah anak tidak seperti usaha yang dilakukan Bandung Bondowoso. Apalagi jika pondasi perkembangan 0-2 tahunnya terlewatkan. Butuh kerja keras ‘menambal lubang’ di tahap perkembangannya.

Sementara itu…. Fokus saya adalah pada orang tua yang mendesak sekolah untuk mengeluarkan Justin. Coba pikirkan, seandainya Justin adalah anak mereka dan diminta oleh banyak orang tua lain untuk dikeluarkan, bagaimana perasaan mereka? Apakah mereka bisa legawa menerima permintaan tersebut? Apakah mereka tidak sedih anaknya dikeluarkan oleh sekolah?

Menurut hemat saya, para orang tua sebaiknya fokus saja mengurus anak-anak mereka. Berhenti sibuk mengurusi masalah orang lain. Bangun anak-anak mereka agar dapat menerima teman apapun kondisinya. Yakinlah bahwa sekolah selalu punya program dan rencana yang baik. Berpikir positif seperti ini akan membantu mereka menjadi orang tua yang ikhlas juga menentramkan hati.

Ajarkan anak-anak tentang empati dan emosi negatif karena kadang-kadang ada hal negatif atau masalah yang kita temui. Ingat bahwa hidup tidak selalu mulus seperti yang kita inginkan.. Bahwa di kehidupan nyata, kita akan selalu berhadapan dengan masalah. Tugas kita bukan lari dari masalah tersebut, namun bagaimana kita bisa sukses menyelesaikannya.

Semoga kita dikaruniai kekuatan untuk mendidik anak-anak kita menjadi anak-anak yang kokoh imannya, bahagia hidupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *