Mencintai Al-Qur’an Sejak Dini

By | June 22, 2016

Orang tua muslim mana sih yang tidak menginginkan anaknya menjadi penghafal Qur’an? Apalagi iming-imingnya dalam sebuah hadits, anak yang hafal Qur’an (dengan sebutan Hafidzh) akan memakaikan mahkota di kepala orang tuanya di surga kelak (meskipun saya tidak bisa membayangkan untuk apa mahkota tersebut di surga nanti, setidaknya itu kebanggaan yang luar biasa).

Namun ada yang lebih penting dari menghafal Al-Qur’an. Ketika Aisyah RA ditanya seperti apa akhlaknya Rasulullah Saw, beliau menjawab : Akhlaknya Rasul Saw adalah Al-Qur’an. Jadi PR besar membaca dan mempelajari Al-Qur’an adalah bagaimana mengaplikasikannya dalam hidup. Inilah tahapan membaca yang advance, membaca-mengetahui-memahami-melakukan. Jika setiap hari membaca Qur’an (apalagi menghafalnya) namun ternyata hidup tak menjadi lebih baik, berarti ada masalah dengan kognitif otak dan level membaca kita.

Ada hal yang menarik yang saya dapatkan ketika saya belajar di Sekolah Al-Falah Jakarta Timur. Di sekolah ini Al-Qur’an diperlakukan sebagai sumber dari segala sumber ilmu. Setiap apapun yang akan dipelajari oleh anak di kelas selalu dihubungkan dengan Al-Qur’an. Semua tema pembelajaran anak mulai dari kelas baby house hingga SMA akan memiliki dasar tauhid, tentang bagaimana Al-Qur’an membicarakan hal-hal yang sedang mereka kaji dan pelajari.

Pernah suatu ketika saya mendatangi kelas playgroup yang sedang bermain di Kelas/ Sentra Imtaq. Bu Ida, guru yang bertugas di kelas tersebut membacakan Qur’an bersama anak-anak mungil berusia 3 hingga 4 tahun. Bu Ida bacakan pula tafsir dan arti dari surat An-Najm yang sudah mereka baca bersama kemudian mengaitkannya dengan tema pembelajaran “Bintang” yang sedang mereka pelajari.

Belajar Al-Qur’an (Ilustrasi) sumber : aquraninstitute.com

Lain lagi di kesempatan berikutnya. Siang itu saya berada di Sentra Seni di level kelas 1 Sekolah Dasar. Bu Ifah, guru yang bertugas, bersama-sama anak membaca salah satu ayat Qur’an yang bercerita dengan ‘gunung’, sesuai dengan topik yang sedang mereka pelajari. Yang membuat saya surprise tentang bagaimana mengajarkan Al-Qur’an adalah ketika Bu Ifah dan anak-anak mengkaji makna per kata dari ayat Qur’an tersebut. Ibarat kata peribahasa, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Tak hanya menghafal Ayat Qur’annya, anak juga memahami makna yang terkandung dari tafsir Qur’annya sekaligus belajar Bahasa Arab Al-Qur’an. Maasyaa Allah.

Lalu bagaimana cara mengajarkan membaca Al-Qur’an?

Membuat anak mencintai Al-Qur’an memang tidak mudah. Selain menjadikan Al-Qur’an sebagai bagian dari hidup mereka, anak juga harus mampu membaca serta menghafal Qur’an dengan perasaan menyenangkan tanpa tekanan. Di Al-Falah yang menganut pembelajaran anti drilling, saya tidak menemukan buku Iqra di level pra-sekolah. Namun anak belajar mengenal huruf-huruf hijaiyah melalui bermain, sesuatu hal yang sangat menyenangkan bagi anak. Di tingkat SD, ketika anak sudah mengenal berbagai bunyi huruf hijaiyah, baru anak membaca buku Iqra atas inisiatif sendiri tanpa paksaan sama sekali. Beberapa anak di kelas 2 atau 3 bahkan sudah beranjak membaca Al-Qur’an secara tartil.

Saat mengobservasi anak-anak level TK A (usia antara 4 hingga 5 tahun) saya melihat bagaimana antusiasme mereka mengikuti bacaan Al-Qur’an bersama Guru Al-Qur’annya. Mereka membaca Al-Qur’an mulai dari surat Al-Fatihah dan beberapa surat pendek lainnya dengan tartil dan intonasi serta irama yang teratur. Saya mafhum berhubung kecerdasan anak-anak di Al-Falah distimulus untuk berkembang secara seimbang. Mengikuti irama bacaan Qur’an yang tartil bukan hal yang sulit bagi mereka dengan kecerdasan musikal yang tinggi itu. Namun yang membuat saya kagum adalah wajah-wajah mungil yang berseri dan serius saat murajaah itu. Betapa mereka merasa bahwa membaca Qur’an adalah kegiatan yang sangat menyenangkan. Hingga nanti di usia dewasa mereka akan menjadikan Al-Qur’an sebagai kebutuhan.

Di Sudut Indonesia Lainnya….

Pagi tadi saya cukup sedih ketika Bu Harmi (Wakasek Kesiswaan di SMP tempat saya mengajar) bertanya tentang amaliyah Ramadhan siswa-siswi SMP. Memang tinggal 1 orang siswi yang belum rajin tadarus Qur’an setiap harinya. Namun untuk siswa laki-laki, justru kebalikannya. Kemudian di sesi mereka bersama saya, satu per satu saya berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya tentang apa yang membuat mereka berat untuk membaca Al-Qur’an barang satu halaman sehari di rumah (kalau di sekolah sudah jadi rutinitas). Kebanyakan dari anak-anak menjawab ‘malas’ kalau sudah di rumah, banyak godaannya (seperti TV dan teman main), atau tidak ada yang mengingatkan.

Ini jadi PR bagi saya, bahwa anak-anak ini belum mencintai Al-Qur’an sepenuhnya. Saya juga maklum karena ketika di usia dininya mereka di-drill dengan membaca Iqra maupun Al-Qur’an. Mereka sangat jarang mengkaji makna setiap ayat dari Al-Qur’an sehingga belum menemukan kedekatan dengan kitab suci tersebut. Mereka hafal banyak ayat (beberapa dari mereka sudah hampir selesai menghafal juz 29), tapi kecintaan mereka terhadap Al-Qur’an belum terbangun sehingga hanya menjadikan kegiatan membaca Al-Qur’an maupun menghafal Al-Qur’an sebagai rutinitas belaka.

wallahualam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *