KRL dulu dan Sekarang (Commuter Line)

By | October 25, 2015

Sudah lama sekali saya ngga naik kereta khususnya KRL (Kereta Rel Listrik) yang kini dikenal dengan commuter line sejak era reformis Pak Jonan. Padahal delapan tahun lalu, saya sering menggunakan moda ini untuk jalan-jalan ke Depok (berkunjung ke kampus Universitas Indonesia), ke Bogor, atau sekedar jalan-jalan berburu komputer dan spare partsnya di Harco Mangga Dua. Dengan uang seribu lima ratus rupiah saja, saya sudah bisa sampai di Depok. Dengan uang dua ribu limaratus rupiah, ditambah ongkos angkot dua ribu saya sudah sampai di Kebun Raya Bogor. Sedangkan untuk perjalanan ke Jakarta Kota dari Tangerang, cukup membeli karcis seharga seribu rupiah.

Tentunya ini hanya berlaku untuk kereta ekonomi saja. Saking murahnya, terkadang penumpang KRL ekonomi sangat membludak. Ini belum termasuk pedagang asongan, pengamen, atau pengemis cilik yang membawa sapu alakadarnya membersihkan lantai kereta. Terkadang juga banyak penumpang nakal yang tidak mengindahkan aturan seperti berdiri di pintu atau bahkan naik ke atas gerbong.

KRL dulu.... (sumber:voanews.com)

KRL dulu…. (sumber:voanews.com)

Karena waktu itu masih berstatus mahasiswa, pengeluaran pun harus sehemat mungkin. Ketimbang naik bis ekonomi, Kereta Listrik jauh lebih murah. Tapi lagi-lagi KRL ekonomi ya, bukan yang AC. Terkadang jika beruntung, kita bisa naik tanpa membayar alias gratis. Syaratnya ya tentu main kucing-kucingan sama petugas yang mengecek karcis dengan pelubang khasnya (Hehehe… saya sih belum pernah).

Tapi itu semua dulu kawan-kawan. Sejak tahun 2008 PT. Kereta Api melalui anak perusahaannya PT. KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) mulai melakukan pembenahan. Modernisasi KRL pun dimulai pada tahun 2011. Rute KRL yang tadinya banyak, disederhanakan menjadi hanya 5 rute utama. Semua kereta pun menjadi kereta ekonomi namun sudah dipasangi AC. Tak ada lagi pedagang asongan karena ditempatkan petugas keamanan di dalam kereta dan di setiap stasiun. Ditambah lagi disediakannya gerbong khusus perempuan sehingga menambah kenyaman dalam menggunakan moda transportasi yang satu ini.

Sejak tahun 2013, PT KCJ pun mulai menerapkan e-ticketing dimana tiket tidak berbentuk karcis lagi melainkan berbentuk kartu baik single trip (kartu sekali jalan berjaminan) dan kartu multitrip (kartu langganan isi ulang yang hanya bisa dipakai untuk naik commuter). Selain itu, sejak bulan Desember 2013 beberapa uang elektronik dari banyak Bank pun bisa dipakai untuk naik Commuter Line.

#Wefie berdua dengan Alaric di dalam Kereta

#Wefie berdua dengan Alaric di dalam Kereta

Anak saya, Alaric, sangat senang sekali dengan berbagai kendaraan. Akhirnya libur Tahun Baru Islam kemarin saya kami mengajaknya naik kereta berlibur ke rumah nenek buyut di Taman Kota, Jakarta Barat. Untungnya sejak pembenahan Commuter Line, dilakukan juga penambahan stasiun dimana salah satunya ada stasiun Taman Kota. Jadi kami tinggal berjalan saja dari stasiun ke rumah kakek dan nenek. Cukup menghemat pengeluaran karena tarif Commuter Line juga tak mahal. Perjalanan dari Stasiun Tangerang ke Taman Kota hanya dikenakan biaya dua ribu rupiah per sekali jalan.

Suasana di dalam Commuter Line, sekarang

Dan akhirnya saya merasakan naik KRL yang berevolusi ini. Lantainya bersih. Petugas kebersihannya sigap. Di stasiun akhir petugas kebersihan menyapu lantai kereta dan mengepelnya. Petugas keamanannya pun cukup ramah. Naik Commuter Line sudah berasa seperti naik MRT di Singapura saja. Terlebih dengan warna jalur pada peta rute mengingatkan saya pada warna garis pada MRT yang juga menandakan jalur perjalanan kereta. Hanya memang, ketersediaan moda tidak secepat MRT yang setiap lima menit ada. Saat pulang, saya harus menunggu hingga setengah jam di stasiun sampai mendapatkan kereta ke Tangerang. Itu pun sudah penuh dengan penumpang.

Semoga Commuter Line terus berbenah, tak puas dengan apa yang sudah ada saat ini.

 

2 thoughts on “KRL dulu dan Sekarang (Commuter Line)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *