Berhenti Menguliahi Anak Bermasalah! Bantu Mereka Selesaikan Masalahnya

By | October 29, 2015

Hari ini ketika anak-anak sedang break untuk makan snack dan transisi dari kegiatan pagi ke kegiatan sentra di sekolah, tiba-tiba seorang guru menghampiri saya.

“Pak Said, Akmal ngambek tuh. Nangis di depan kelas.”

“Kenapa?” tanya saya pendek.

“Sepertinya ada masalah sama Alvaro. Kan sering banget dia masalah sama Alva,” jawab Bu Guru tersebut.

Saya hanya senyum. Dalam hati saya berkata, lha ibu guru saja sudah men-judge Alva dan Akmal “tukang berantem”. Jadi  bagaimana bisa membantu mereka menyelesaikan masalahnya.

“Bukannya ada wali kelasnya, bu?” tanya saya lagi.

“Ada pak. Tapi Akmal kekeuh banget. Masih menangis di depan pintu. Sepertinya Bu Sari (Wali kelasnya) perlu bantuan Pak Said,” Bu Guru tadi mencoba meyakinkan saya untuk beranjak dari kursi saya dan membantu Bu Sari menyelesaikan masalah yang ada.

Sebenarnya saya tak ingin ikut campur lebih dalam. Saya berharap wali kelasnya, Bu Sari, bisa menyelesaikan setiap permasalahan di kelasnya. Rasanya akan sangat tidak aman jika saya selalu turun tangan dalam setiap permasalahan anak di sekolah. Namun, saya memahami keterbatasan Bu Sari. Beliau sedang belajar bagaimana berkomunikasi lebih baik dengan anak.

Saya pun mendatangi Akmal. Seperti biasanya ketika menghadapi anak yang bermasalah. Saya mengusap punggungnya, lalu duduk di dekatnya. Terdengar suara tangisan tersedu-sedu.

“Ada apa, Mal?” tanya saya dengan lembut.

Akmal belum merespon. Tangisnya masih terdengar. Kepala ditelungkupkan ke tangan. Di sebelahnya duduk Alva, teman yang katanya sedang bermasalah dengannya.

Saya mencoba memegang tangan Akmal sambil berbisik padanya, “Pak Said mau bantu Akmal selesaikan masalahnya.”

Akmal masih bergeming. Dia memang terkenal keras dengan pendiriannya. Tapi saya juga tetap yakin Akmal mau cerita dan menyelesaikan masalahnya.

“Kita memang menangis kalau sedang sedih. Akmal sedih? Apa yang membuat Akmal jadi sedih?” tanya saya lagi tangan saya tetap mengelus punggungnya.

Tangisannya pun mulai mereda.

“Masalah bisa kita selesaikan dengan bicara. Pak Said bantu Akmal selesaikan masalahnya. Siapa yang membuat Akmal jadi sedih?” Tanya saya lagi dengan pelan.

“Alva….,” akhirnya Akmal mau membuka suara.

Saya panggil Alva. Saya sampaikan secara lisan padanya kalau Akmal tidak nyaman dengan sikap Alva. Akmal pun mau bicara dan masalah pun bisa diselesaikan. Ternyata masalahnya ketika bermain bola di lapangan yang berujung saling ledek. Akhirnya Akmal berhenti menangis dan kembali ke kelompoknya dengan tersenyum karena masalahnya sudah selesai.

Bantu Anak Selesaikan Masalahnya

Sebagai orang dewasa (orang tua maupun guru) sudah sepantasnya kita menjadi contoh dan tauladan untuk anak-anak kita. Dan sebagai orang dewasa kita juga harus menjadi yang mampu mendukung anak untuk terus menjadi lebih baik dari hari ke hari. Contohnya ketika menyelesaikan masalah. Membantu mereka menyelesaikan masalah (baca tulisan sebelumnya tentang bagaimana mengajarkan anak menyelesaikan masalahnya?) dengan skala tertentu akan membuat mereka menjadi belajar menyelesaikan masalahnya sendiri.

Anak-anak memang sering bermasalah. Tugas kita sebagai orang tua membantu mereka menyelesaikan masalahnya

Anak-anak memang sering bermasalah. Tugas kita sebagai orang tua membantu mereka menyelesaikan masalahnya

Namun sebagai orang tua, agar dapat mendukung mereka menyelesaikan masalahnya ada beberapa sikap yang harus kita perhatikan, diantaranya :

  • Berpikir positif. Buang jauh-jauh pemikiran anak sebagai biang masalah. Berhenti juga melabeli anak sebagai anak cengeng, penakut, tukang rusuh, dan label-label negatif lainnya. Berpikirlah bahwa saya sebagai orang dewasa, gurunya, atau orang tuanya adalah penolong mereka dan mampu membantu mereka menyelesaikan masalahnya.
  • Datangi anak dengan hati yang tenang. Terkadang orang tua atau guru cukup kesal dengan masalah yang terjadi pada anak. Apalagi kalau masalah tersebut sudah berulang kali terjadi. Mendatangi anak dengan kondisi marah dan kesal justru akan menghalangi kita bisa diterima anak. Alih-alih anak tenang, yang ada malah tangisan anak makin menjadi-jadi. Pikiran dan hati orang tua yang tenang menjadi contoh bagi anak ketika berhadapan dengan masalah.
  • Berkomunikasilah. Ya, berkomunikasilah dengan anak bukan mengkhutbahi atau menguliahi anak yang bermasalah. Mengancam, memerintah, menguliahi, atau mengkhutbahi anak justru akan membuat anak merasa tidak dianggap, merasa buruk, merasa bahwa kita tidak menyukai mereka, sehingga lagi-lagi kita akan menjadi sulit diterima anak. Bukalah percakapan dengan masuk ke dalam perasaan anak. Dengarkan dengan penuh perhatian ketika anak mulai berbicara.
  • Ubah pola pikir kita. Saya mencintai Alva yang membuat kesalahan, tapi saya tidak suka dengan perbuatannya yang salah itu. Pola pikir seperti ini penting sekali agar kita dapat berpikir positif pada anak. Sekali lagi, kita tetap mencintai pembuat onar, yang kita benci adalah sikapnya. Dan disinilah tugas kita sebagai orang tua atau guru yang memperbaikinya.

Semoga kita menjadi orang tua dan guru yang dicintai yang mampu membimbing anak-anak kita menjadi lebih baik dan siap hidup di masa mendatang dengan segala tantangannya. Aamiin….

4 thoughts on “Berhenti Menguliahi Anak Bermasalah! Bantu Mereka Selesaikan Masalahnya

  1. Hastira

    ih betul sekali pak. Pengalaman saya suka nungguin anak2 kalau ada waktu suka lihta kalau aad dua anak bermasalah, masing2 ortu suka menganggap anaknay yg benar , eh malah ortunya yg musuhan. Padahal bisa ditanya baik2 apa yg membuat mereka ribut

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *