Busway oh busway

By | October 24, 2013
Setelah sekian lama akhirnya saya berkesempatan naik Busway (Transjakarta) kembali. Tepatnya hari Minggu (6/10) kemarin ketika melakukan perjalanan menuju Ancol untuk mengikuti kegiatan ‘Kerja Bakti’ di Festival Gerakan Indonesia Mengajar (FGIM). Terakhir naik busway awal tahun lalu di Koridor 1. Itu pun tak sengaja karena ikut rombongan anak-anak yang melakukan wisata edukasi mengenal berbagai jenis transportasi.
Kenapa saya merasa penting menulis pengalaman naik busway kali ini? Tak lain karena taglineNyaman Naik Busway‘ saat ini jauh dari kenyataan. Ibarat kata pepatah, Jauh panggang dari api.
Awalnya istri sudah menyarankan untuk naik sepeda motor saja. Waktu itu saya beralasan bahwa saya agak ngantuk. Jadinya sehabis mengantar istri kuliah, saya menitipkan motor di TangCity Mall untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke halte busway di Kalideres menumpangi angkot trayek Serpong Kalideres (lama juga nggak naik angkot). Saya pun bisa tidur beberapa saat hingga terbangun di beberapa meter menjelang masuk terminal Kalideres.
Dari kejauhan sudah nampak antrian panjang, pemandangan khas halte busway Kalideres sejak jaman saya bekerja di Jakarta beberapa tahun silam. Tak berubah sama sekali. Rasanya pengen balik kanan dan naik bis kota saja. Tapi tiket busway sudah ditangan. Akhirnya diputuskan ikut mengantri. Semenit…dua menit… antrian panjang mengular ini diperparah lagi dengan bus yang datang terlambat. Saya tanya petugas, katanya memang sedang ada perbaikan jalur. Apah?? 3 Tahun, masa’ bongkar jalur terus-terusan. Kesal bukan main.

antrain mengular (sumber: kevinanggara,com)
Untungnya sebelum balik kanan, ada mobil Trans Jadebotabek APTB yang kelihatannya tidak terlalu diminati calon penumpang busway yang sedang mengantri. Saya naik lewat jalan pintas dan dikenakan biaya tambahan sebesar 5000 rupiah untuk perjalanan yang berakhir di halte busway Grogol. Tak masalah, yang penting segera sampai di lokasi acara. Sepanjang perjalanan dari halte ke halte, ternyata banyak juga yang ikut bus APTB ini. Mungkin bosan menunggu busway yang tak kunjung tiba.
Sampai juga saya di Grogol dan mau tak mau harus menunggu Busway yang mengarah ke Pasar Senen karena saya harus transit di Halte Central Senen untuk melanjutkan perjalanan ke Ancol. Terpaksa saya dalam antrian panjang yang kacau balau. Saya harus menunggu lebih dari setengah jam untuk bisa masuk ke dalam bis yang juga sangat jarang. Itu pun lewat usaha dorong – dorongan dengan calon penumpang lain yang ada di belakang saya.

antrain busway yang ‘wow’ (Sumber : berbagicoretan.wordpress.com)
Sementara itu, kondisi dalam bis pun tak kalah menyedihkan. Semua pegangan bagi penumpang berdiri rasanya tak pernah di lap. Kotoran dimana – mana dan pantas jadi ekosistemnya si kuman nakal. Tak usah dilirik lantai di bawah. Debu dan pasir ‘menggenang’ pertanda kalau lantai bis jarang disapu. Soal kapasitas, patut dibilang wow. Sepanjang perjalanan Grogol-Senen saya harus berpegangan kuat sembari menahan beban badan penumpang lain karena bukan lagi berdekatan, tapi sudah lengket kulit dengan kulit. Keringat pun segera menular.

Busway koridor 5, Kampung Melayu – Ancol yang saya tumpangi berikutnya cukup ‘mendingan’ dibandingkan dengan bis sebelumnya. Lantai cukup bersih dan AC bis cukup berasa. Mungkin dikarenakan jumlah penumpang yang ada di dalamnya masih diambang normal atau cenderung kosong. Akhirnya perjalanan Tangerang – Ancol saya tempuh selama tiga jam setengah (persis lamanya perjalanan Tangerang – Bandung di saat weekdays).

Harapan saya semoga saya atau warga Jadebotabek lainnya tidak kapok naik busway (Melirik halte busway yang tetap penuh dengan antrian).

4 thoughts on “Busway oh busway

  1. Hanif Mahaldi

    beberapa kali naik bus kota sudah jera, kalau diajakin naik di jakarta, mungkin berpikir lebih dari 2 kali buat bilang iya. benar2 sesak ya bang ? 🙂

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *