Belajar Bertanggung Jawab dari Anak

By | July 2, 2013
Sekolah kami sudah masuk dan belajar seperti biasa meski jam belajarnya sudah menyesuaikan dengan bulan Ramadhan. Tapi kemarin Jum’at saya mendapatkan cerita yang luar biasa dari seorang ibu yang merupakan wali murid yang  wali kelas anaknya adalah saya. Cerita yang membuat saya merinding dan berdecak “Subhanallah“. Cerita yang bisa mengajarkan kita tentang Tanggung Jawab.
Awalnya saya dan sang ibu mempunyai kesepakatan untuk tidak memberikan izin kepada anaknya , sebut saja Rizky, mengendarai motor. Selain masih kelas 4 SD, tentunya sangat tidak aman dengan kondisi fisiknya yang masih kecil. Kesepakatan tersebut bermula ketika anaknya kedapatan oleh guru Olahraga mengendarai sepeda motor membonceng 2 temannya. Akhirnya Rizky saya panggil dan saya putar video – video kecelakaan pelajar. Kemudian kami berdiskusi mengenai dampak negatif berkendara bagi anak remaja sehingga dia paham mengapa dia tidak diperkenankan bersepeda motor. Dan tentu selain itu saya membuat kesepakatan dengan ibunya untuk tidak mengizinkan sama sekali anaknya mengendarai sepeda motor.
Kesepakatan berjalan lancar hingga masa kampanye pemilihan kepala desa di komplek perumahannya. Saat ibunya tidak ada dan hanya ada sang ayah di rumah, Rizky meminta izin kepada ayahnya untuk mengendarai sepeda motor. Parahnya pesan ayah agar tidak membawa sepeda motor lebih jauh tidak terdengar dengan jelas oleh sang anak karena saking bersemangatnya atas izin dari ayahnya itu.
Tergoda oleh rayuan temannya, Rizky membawa sepeda motornya ke jalur kampanye Pilkades. Naasnya di tengah keramaian, Rizky menabrak seorang bapak yang sedang duduk di bangku di depan rumahnya.
“Braaak!”

Rizky kaget dan terjatuh dari motornya. Cuma karena kecepatan rendah, Rizky tidak terluka sama – sekali. Disinilah terjadi hal yang membuat saya kagum dengan Rizky. Rizky langsung berdiri dan meminta maaf kepada bapak yang dia tabrak.
“Maaf pak. Maaf,” katanya pada sang Bapak sambil menjabat dan mencium tangan bapak tersebut.
“Bapak tunggu disini dulu ya. Saya minta maaf. Saya pulang untuk bicara dengan ayah saya. Pokoknya nanti urusannya sama Ayah kalau ada apa-apa,” sambungnya lagi sambil pergi meninggalkan bapak tersebut dan sepeda motornya.
Rizky pun mengadu dan minta maaf pada ayah dan ibunya yang kebetulan baru pulang dari pasar. Ibunya kaget dan sempat marah – marah. Rizky pun diajak ibunya untuk menemui bapak yang ditabraknya. Ibunya khawatir terjadi sesuatu dan berpikir bapak yang ditabrak tersebut kenapa – kenapa.
Sesampai di TKP, Rizky dan Ibunya tidak menemukan bapak itu lagi. Bertambahlah ke khawatiran sang ibu kalau bapak tersebut ke klinik karena menurut informasi dari tetangga dan orang di lokasi kejadian, bapak tersebut berjalan ke arah pasar (Pasarnya memang tidak jauh dari Puskesmas). Rizky dan Ibunya segera menyusul. Belum sampai di Puskesmas, mereka bertemu dengan bapak yang ditabrak di pasar. Langsung saja sang Ibu meminta maaf pada bapak tersebut dan bertanya kalau ada apa – apa.
“Ngga apa – apa, Bu. Anaknya juga sudah minta maaf tadi. Tidak masalah, saya juga ngga apa – apa,” kata sang bapak.
Ibunya Rizky cukup lega dan akhirnya bisa pulang ke rumah dengan perasaan tenang.
Menjelang pembagian rapor, Ibunda Rizky datang ke sekolah dan menceritakan kejadian di atas. Saya terharu sekaligus bangga. Rizky yang dari dulu dicap sebagai anak bandel, cerewet, suka marah, tak pernah akur dengan adik, sekarang mulai berubah. Tanggung jawabnya luar biasa. 
Pernah saat saya berikan tugas mendefinisikan “Aurat” dan mencari perintah menutup Aurat di Al-Qur’an akibat candaannya yang “kelewatan” (Main pelorotan celana dengan dua temannya). Rizky adalah anak pertama yang mengumpulkan tugas dari 3 anak yang mendapat tugas yang sama tersebut. Bahkan tanpa saya ingatkan (maklum bapak – bapak malah lupa pernah ngasih tugas). Rizky berhasil menerapkan 2 dari 18 sikap yang kami terapkan di sekolah, Jujur dan Tanggung Jawab. Rizky berkembang jadi anak yang jujur, berani mengakui kesalahannya, serta menjadi anak yang bertanggung jawab atas kesalahannya.
——
*seperti yang diceritakan Ibunda Rizky pada saya

Sumber gambar : bisnisukm.com

17 thoughts on “Belajar Bertanggung Jawab dari Anak

  1. blogditter.com

    Waaaah…. luar biasa!! Masih kecil sudah bertanggung jawab, mudah-mudahan saat dewasa pun demikian pula. Cocok jadi pemimpin atau petinggi negara 🙂

    Reply
    1. arif

      hmm, iya, jd inget masa kecil saya, kayaknya dulu bakal ga seberani itu utk meminta maaf hehehe

      Reply
    2. Said Rahman

      الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
      آمِيّنْ… آمِيّنْ… يَ رَ بَّلْ عَلَمِيّنْ

      Saya jg mungkin tidak akan seberani itu

      Reply
  2. giewahyudi

    Orangtua seharusnya menjadi partner, dan tidak bisa ditakut-takuti gitu. Soal bertanggungjawab, semoga Rizky belajar dari pengalamannya tersebut..

    Reply
  3. Zee

    Anak kalau diajari hal yang baik sejak kecil akan terbawa sampai dia besar… 🙂

    Reply
  4. ramadoni

    #terharu
    bahkan dari seorang anak pun, bila kita orang dewasa mau membuka mata dan hati maka selalu ada pelajaran yang bisa kita ambil.

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *