Ironi, Negeri Kaya yang Rakyatnya Miskin

By | June 23, 2013
Sabtu, 22 Juni Pukul 00.00 akhirnya harga baru BBM jenis premium dan solar berlaku. Gonjang ganjing kenaikan harga bensin dan solar tersebut sudah tercium sebelum rencana rapat paripurna DPR yang akan membahas APBN-P. Tentu saja aksi penolakan terjadi dimana – mana. Menjelang pengumuman kenaikan harga, sudah banyak ormas dan mahasiswa yang melakukan demonstrasi. Meskipun sayangnya, demokrasi yang mengatas namakan rakyat itu malah cukup menyusahkan masyarakat.
Beberapa kali saya menulis tentang aksi demonstrasi yang hasilnya tak jelas alias sangat tidak efektif. Toh pada kenyataannya, sudah didemostrasi besar-besaran pun harga BBM tetap naik. Pilu rasanya ketika mendengar ada segerombolan mahasiswa yang menyerang pengguna jalan akibat pengguna jalan tersebut meminta blokir jalan yang dilakukan mahasiswa agar dibuka karena dia akan membawa anaknya ke Rumah Sakit. Belum lagi pengrusakan fasilitas umum yang tentunya dibuat dari uang rakyat hasil pemungutan pajak. Demo besar, yang rugi tetap masyarakat banyak.
Awalnya saya mungkin menjadi satu dari sedikit orang yang mendukung kenaikan harga BBM. Jujur memang kalau bicara subsidi, harga BBM di negeri ini lebih murah dari pada harga BBM di luar negeri. Saya berpikir, apa mungkin hal ini menjadi pemicu kemacetan di Jakarta raya akibat mudahnya memperoleh kendaraan baru (modal uang ratusan ribu sudah bisa bawa sepeda motor baru ke rumah) ditambah murahnya harga BBM. Budaya jalan kaki atau penggunaan transportasi umum seperti di negara maju seakan tidak pernah berhasil dijalankan di negeri ini.
Terlepas dari dampak kenaikan BBM terhadap kenaikan harga Sembako, saya berada di barisan yang mendukung kenaikan harga BBM.
Tapi setelah membaca tulisan Kebohongan Pemerintah tentang bahasa “SUBSIDI” di forum kaskus ini, saya hanya mampu mengelus dada dan tersenyum getir. Ya Tuhan…. ternyata di negeri ini, pemiskinan terjadi dan pembodohan dipelihara. Semoga para pemimpin di negeri ini masih mempunyai nurani untuk menghapuskan ironi sebuah negeri yang kaya akan minyak bumi, tapi masyarakatnya miskin karena minyak bumi tersebut.
*membayangkan Ibu dan Istri mengeluh naiknya harga bahan pokok. Apalagi Ibu yang di daerah. Bensin di Jakarta seharga Rp 4.500,00 di sana sudah lebih dari Rp 6.000,00. Lalu kalau di Jakarta saja Rp 6.500,00 berapa harga BBM di kampung ?

sumber gambar : kabardewata.com

12 thoughts on “Ironi, Negeri Kaya yang Rakyatnya Miskin

  1. Yos Beda

    impian Bung Karno untuk menjadikan Indonesia menjadi bangsa yang besar dan berdikari sepertinya tinggal mimpi :'(

    Reply
  2. Willy Permana

    Sekedar diingat saja, pelopor pencabutan subsidi BBM salah satunya adalah KKG sendiri pada masa pemerintahan Ibunda PDIP

    http://www.imf.org/external/np/loi/2000/idn/01/
    "In parallel, domestic fuel prices will be progressively increased so as to encourage more efficient energy choices and to phase-out the budget subsidy"

    Jadi kalau sekarang ada tokoh-tokoh yang

    Reply
  3. arif

    apa mau dikata ranah subsidi bbm sangat politis, secara pribadi saya sangat mengharapkan pembenahan transportasi massal sbg langkah awal hemat bbm dan strategi baru mengelola energi negri ini

    Reply
    1. Said Rahman

      Sama mas, aku juga merasa gitu. Politis banget..yowis setuju.
      Lbh baik pembenahan transportasi massal diikuti mengubah paradigma masyarakat untuk lbh peduli lingkungan dengan lebih memilih menggunakan transportasi umum

      Reply
    2. arif

      ditunggu hasilnya monorel 2016 rampung :D, yg lbh dekat e-tiket kereta api seperti tdk banyak bisa diharapkan 🙁

      Reply
  4. arif mardiyanto

    yah.. mari berbenah.. seperti kata pepatah, pelaut ulung tak lahir dari ombak yang kecil. dimulai diri sendiri berbenah diri 🙂

    Reply
    1. Said Rahman

      Saya setuju kalau semuanya berbenah diri. Yah seadianya semua rakyat berpikiran yang sama dengan mas, Indonesia pasti berubah

      Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *