Masjid dan Musholla beda ?

By | October 8, 2010

Sebenernya saya pengen review tampilan baru twitter #NewTwitter. Hanya saja kemarin ada hal menarik di twitter tepatnya setelah saya memfollow salah seorang pengurus Perhimpunan Pelajar Indonesia, mas Ahmad Syukron Amin. Saya tidak kenal dekat, hanya saja saya teratrik dengan Kultuit (Istilah kontroversial di dunia twitter) nya tentang feminisme Islam. Dan kemarin tiba – tiba ada istilah baru yang digelontrokan oleh beliau, Daktwit (Dakwah via twitter). Hingga tulisan ini diturunkan saya belum mendapatkan konfirmasi dari beliau apa yang membedakan Kultuit dan Daktwit.

Daktwit yang diangkat bertema Perbedaan antara Masjid dan Musholla, setelah sebelumnya Mas Amin (saya memanggilnya seperti ini) memberikan pertanyaan buat followernya apa yang membedakan dua tempat sholat umat muslim tersebut. Saya ikut menjawab, dan menurut mas Amin hampir mengenai sasaran, hehhe. Sedangkan jawaban – jawaban teman yang lain cukup menggelitik untuk disimak. Makanya, mas Amin kemudian memberikan Daktwit.
Sebagian besar dari kita tahunya kalau antara masjid dan musholla yang membedakan adalah ukurannya. Juga fungsinya karena di musholla seperti yang kita kenal, tidak diadakan sholat jum’at. Padahal, lebih dari sekedar itu, perbedaan masjid dan musholla tentunya berpengaruh dalam banyak hal di ranah fiqih, seperti sholat, wakaf, i’tikaf, hukum melestarikannya, dan lain lain.
Secara etimologi, masjid bermakna Tempat Sujud, sedangkan Musholla adalah tempat Sholat. Namun makna khususnya, masjid adalah tempat yang memang dibangun dipersiapkan untuk jadi tempat sholat. Berbeda dengan musholla yang tidak dipersiapkan selamanya untuk sholat. Seseorang bisa sholat disitu ketika waktu sholat tiba, namun tempat tersebut tidak disebut masjid.
Ada dalil yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw pernah melaksanakan sholat – sholat sunnahnya di rumah. Nah, rumah ini tidak lantas disebut masjid. Perlakuannya jadi berbeda sehingga, di tempat tersebut tidak disunnahkan kita untuk sholat Tahiyyatul masjid. Pun begitu untuk wanita yang sedang haidh atau nifas, boleh berdiam disitu. Lantas bagaimana kalau wet dream? Jika di masjid terkena dosa pastinya.

Mengenai i’tikaf, tentunya di masjid kita bisa beri’tikaf (Berdiam di masjid dengan tujuan Ibadah). Sedangkan di musholla tidak. Jadi, kita tidak bisa memperoleh pahala i’tikaf 10 akhir Ramadhan jika melakukannya di Musholla. Begitu pula dengan sholat Jum’at, boleh dilaksanakan di musholla. Contohnya di Graha Inti Fauzi sebelah gedung saya. Setiap jum’at kami sholat di musholla di basement. Musholla yang disambung dengan area parkir.

Bila sudah disebut masjid, maka sudah dikenakan hukum fardhu kifayah terkait melestarikannya. Artinya, jika 1 waktu sholat di masjid tersebut tidak ada jama’ah, maka seluruh penduduk terkena hukum dosa. Karena itu, jika mewaqafkan masjid, wajib bagi kita untuk melestarikannya. Jangan sampai ada 1 waktu sholat yang jama’ahnya kosong. Oya, soal pahala jama’ah bagaimana? Sama saja. Karena disebut dengan derajat, pahala berjama’ah dimanapun sama.
Sekian rangkuman Daktwit dari Mas Amin yang saya ringkas dan tambahkan sedikit sepengatahuan saya. Untuk bisa berdiskusi lebih lanjut, teman – teman bisa memfollow mas Amin di twitter dengan akun @syukronamin.
Semoga kita bisa senantiasa meramaikan jama’ah masjid.
Wallahu’alam bishhowwab 

5 thoughts on “Masjid dan Musholla beda ?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *